*Menonton televisi*
Kami orang Desa waktu itu tidak
kenal yang namanya game watch alias gimbot, kami juga tidak pernah nonton
Voltus, Gaban, Sariban, atau apalah namanya. Kami punya mainan yang kami bikin
sendiri yang kami yakin lebih seru. Saat kami SD kami sudah akrab dengan yang
namanya parang, gergaji, pahat dll. Yah, orang Desa dengan segala
keterbatasannya memang dituntut untuk lebih kreatif.
Untuk tontonan hanya ada TVRI,
waktu itu memang belum ada siaran televisi swasta. Itu pun juga hanya di rumah2
tertentu yang punya televisi, dan waktu itu belum ada orang desa yang punya
televisi berwarna.
Untuk tempat menonton siaran
televisi paling favorit adalah di rumah saya, yaitu rumah gadang (rumah adat)
warisan turun temurun. Mungkin karena kami lebih wellcome terhadap para
penonton. Kalau nonton di rumah tetangga belakang pada risih, soalnya tuan
rumah sering bolak balik nyapu lantai, seolah-olah kita ngotorin rumah dia aja.
Waktu itu listrik belum masuk ke
desa kami, jadi nonton tipinya pake aki (accu). Satu kali dalam seminggu aki
nya harus di cas di desa sebelah yang udah lama masuk listrik. Nge cas aki tsb
bisa sampai dua hari. Jadi selama dua hari tsb, nonton tipi mau tak mau harus
di rumah tetangga belakang. Untuk nge cas aki tsb, kami harus membawanya dengan
gerobak, waktu itu gerobak kayu, sejauh kurang lebih 3 km, naik turun bukit.
Kalau naik bukit, gerobaknya dibantu tarik pake tali di depan. Perjuangan yang
melelahkan hanya tuntuk nonton tipi.
0 komentar:
Posting Komentar