Senin, 23 Juni 2008

Pak, Besok kami nak demon

Malam itu handphone saya tak henti berbunyi, ada yang miss call, banyak juga sms yang masuk. Saya sudah bisa maklumi, ini semua pasti ada hubungannya dengan mati lampu barusan. Saat ini Ranting dabo Singkep sedang mengalami pemadaman bergilir dengan pola 2-1. Maksudnya 2 hari hidup satu hari padam akibat gangguan mesin MTU II 500 kW. Pemadaman dimulai jam 5 sore sampai dengan jam 12 malam paling lama. Namun PLTD malam itu jam 8 malam tiba2 black out. PLTD memberi kabar bahwa mesin MTU 1 ternyata juga mengalami gangguan, yaitu terbakarnya exiter generator. Dug..jantung saya langsung berdegup kencang. Brarti malam ini juga yang gak kena giliran padam harus dipadamkan.

Petugas gangguan saya lihat panik. Buang 500 kw lagi, PLTD masih berteriak di radio. Dipikirnya mudah mungkin membuang beban 500 kw. Tidak hanya harus berpikir dan bertindak cepat menentukan daerah mana yang harus dibuang, tapi juga memikirkan menghadapi kemarahan pelanggan yang tidak bakal mengerti kenapa mereka harus padam lagi padahal malam sebelumnya sudah padam.

Yah, betul saja, mereka bukan hanya datang ke kantor tapi juga meneror saya lewat hanphone, entah siapa gerangan yang menyebarkan nomor hape saya. “Pak, kalau macam ini terus kami nak demon aje ke rumah pak kepala, kami dah muak”, demikian salah satu isi sms yang saya terima. Terus terang saya sendiri lebih senang terima sms daripada kalau harus melayani telepon.

Besok harinya isu demo tersebut terus berkembang. Di pasar-pasar, di kedai kopi masyarakat membicarakan itu semua. Semua kebrobrokan PLN dimata mereka semua diungkapkan. Dan parahnya hal ini ditangkap oleh orang2 yang tidak bertanggung jawab sebagai peluang. Maklum saja 2009 makin dekat, apalagi kalo bukan pemilu dan pilkada.

Dalam hal inilah peran warga PLN sebagai humas wajib diperlukan. Kita berusaha memberikan pengertian kepada pelanggan mengenai apa yang terjadi dengan PLN, kesulitan-kesulitan kita, beban kita. Semua orang yang merasa sebagai insan PLN wajib memberikan pengertian itu, dimana saja, kapan saja.

Beruntung saya punya banyak anggota yang termasuk berpengaruh di lingkungan mereka masing-masing. Merekalah yang berperan sebagai humas PLN. Peranan media, tokoh masyarakat, kepala pemerintahan, bahkan preman pasar juga tidak bisa diabaikan.
Ketika gelombang kekecewaan dan ketidak sabaran masyarakat semakin memuncak, isu demo pun semakin kuat. Pesan-pesan ajakan demo menyebar lewat sms, lewat pembicaraan kedai kopi, lewat forum-forum pertemuan resmipun juga.

Ketika itulah kita rangkul wartawan, tokoh masyarakat, kepala pemerintahan setempat. Sampaikan pada mereka usaha-usaha kita dan kesulitan-kesulitan kita dalam bekerja. Namun tentunya dengan ungkapan keberpihakan kepada mereka.

Dan pada suatu hari salah seorang anggota menyampaikan pada saya, “Pak, hari senin orang mau demo”. Langsung anggota saya suruh gerilya, cari orang yang kira-kira menjadi motor dalam demo tersebut. Karena jika demo terjadi, siapa yang akan menjamin tidak akan terjadi hal-hal yang sifatnya destruktif.

Besoknya saya kaget ketika anggota menyampaikan bahwa penggerak demo ingin bertemu. Diaturlah pertemuan di rumah saya, dan kebetulan juga pada saat itu rumah saya didatangi wartawan inign wawancara.Saat itu kita membicarakan semua hal yang berkaitan dengan keluhan masyarakat. Dan semua tuntutan yang sedianya mereka bacakan ketika demo, dibacakan dihadapan saya. Yah, kalo semua tuntutan sudah dibacakan, ngapain lagi demo. Semua hal yang mereka samapaikan saya jawab semampu saya, dan yang harus diingat bahwa jawaban kita harus diiringi rasa keberpihakan kepada mereka. Pelanggan tidak salah jika mereka menghujat PLN, mereka kan tidak mengerti. Dan wajar jika mereka marah dan kecewa. Kita orang-orang PLN kan juga pelanggan PLN, yang tidak akan senang jika lampu mati, semua kegiatan terhenti, belum lagi harus kerja ekstra untuk pemulihan gangguan.
Dan pada saat itu kesepakatan dicapai, mereka tidak akan melakukan demo, namun akan melakukan dialog yang diwakili oleh kumpulan ketua-ketua RW.

Apa yang penting dalam menghadapi hal seperti ini adalah, tunjukan kepada mereka bahwa kita sudah berusaha dengan keras, berempatilah kepada pelanggan, yakinkan mereka bahwa kita orang-orang PLN sama sekali tidak menginginkan adanya pemadaman.
Ketika hari H pelaksanaan demo yang sedianya dilakukan, kita sudah bersiap menghadapi kemungkinan2 yang akan terjadi. Aparat dari kepolisian dan koramil sudah bersiaga di halaman kantor. Namun demo yang dinantikan tidak ada, yang ada hanya kumpulan ketua-ketua RW yang datang untuk berdialog dengan PLN.

Saat itu Cabang Tanjung Pinang menelpon menanyakan gimana dengan demo yang dilakukan oleh masyarakat, saya jawab saja demo tidak ada, dan kondisi bisa dikendalikan. Ini saja sudah menjadi nilai plus bagi kita dalam penilaian manajemen Cabang. So, jangan terlalu banyak mengeluh, hadapi saja, dan ucapan ini juga berlaku buat saya. Banyak mengeluh akan melemahkan kita.

Jumat, 14 Maret 2008

BUKAN SAYA YANG BIKIN PUISI


Kami yang duduk sendiri di sini, tersendiri dipinggir-pinggir kubur yang diberikan kepada
kami untuk menjaga mereka saat mereka menonton televisi, belajar atau bercanda riang,
mengantarkan energi pada saat mereka lapar untuk menanak dan menghangatkan sarapan sarapan
mereka, menenangkan sujud-sujud dalam doa.

Kami masih disini sejak puskesmas desa memiliki bidannya yang pertama yang membantu
kelahiran buah hati, dan masih disini ketika sang buah hati merengek minta buku pelajaran
SMP nya yang pertama.

Memilih kisah buat opini-opini tentang masa depan, tentang atasan-atasan kami, tentang
kemegahan-kemegahan yang tertayang di media-media, memilih untuk sendiri, adalah sesempurna ini sepi yang dijanjikan, seperti terlihat pada kubur-kubur disamping pagar PLTD kami.

Kami yakin kesepian dan ketiadaan adalah kesempurnaan, mengalahkan segala opini-opini
tentang masa depan, tentang kebahagiaan dunia, kebahagiaan buah hati suatu saat nanti,
menjadi impian-impian teman lelap setelah menunggu gerak jarum-jarum tekanan oli dan naik
turunnya tegangan setiap malam, malam yang menyepi.

Senin, 10 Maret 2008

Dementor

DEMENTOR

Dementor adalah makhluk penjaga penjara Azkaban dalam cerita Harry Potter. Digambarkan sebagai makhluk yang tanpa wajah, memakai kerudung. Yang kelihatan cuma tangan dengan jari-jari panjang dan bau. Bergerak melayang menyebarkan ketakutan ke segenap tempat yang dilaluinya. Dementor mengisap harapan dan kebahagiaan manusia, sehingga yang tinggal hanya ketakutan, kehampaan, kesedihan yang mendalam membuat manusia lemah tak berdaya. Menebarkan suasana dingin, gelap dan menyeramkan.





Kenapa saya bercerita tentang dementor? Mungkin karena dipengaruhi demam Harry Potter yang melanda seluruh penjuru dunia. Ya, sebagai seorang kepala Ranting di tempat yang jauh dari keramaian, saya masih sempat mengikuti perkembangan cerita Harry Potter. Namun yang membuat saya tertarik bercerita tentang dementor adalah karena saya merasa akhir-akhir ini sering didatangi dementor, setidaknya perasaan saya mengatakan begitu.



Tiba-tiba sore itu operator PLTD menghubungi operator distribusi lewat radio, ”tolong buang beban, mesin MTU gagal bekerja, sepertinya kerusakan parah”. Itu artinya pemadaman lagi, lagi dan lagi. Tiba-tiba dementor itu berdatangan disekeliling saya, jantung saya berdegup kencang, saya lihat petugas distribusi juga panik, tidak tahu harus berbuat apa.
Kira-kira satu bulan yang lalu mesin itu memang rusak, segala upaya telah dilakukan untuk memulihkan kondisi mesin. Tiga hari yang lalu perbaikan telah dilakukan dan berhasil pas menjelang tahun baru imlek. Saya dan rekan-rekan yang lain bisa tersenyum lega, karena janji kami untuk menghentikan pemadaman sebelum imlek tercapai. Rekan-rekan wartawan pun saya hubungi bahwa mesin sudah pulih tepat 3 hari sebelum imlek seperti yang diharapkan masyarakat disini.



Namun berita yang saya terima barusan sungguh membuat saya seperti dihisap dementor. Besok adalah tahun baru imlek dan malam ini kembali dengan terpaksa kami harus melakukan pemadaman. Rekan-rekan distribusi segera beranjak, bagi tugas untuk membuang beban yang harus dilakukan per trafo.



Malam ini HP saya tidak pernah berhenti berdering, suara deringan HP saya rasakan bagaikan suara sirene tanda bahaya. Semuanya panggilan masuk bernada komplain. Ada yang bertanya baik-baik, tapi tak sedikit pula yang memaki tanpa memberi kesempatan untuk menjawab. Dan saat itulah dementor itu betul-betul berada disekeliling saya, mengisap semua harapan dan kebahagiaan. Meninggalkan rasa tak berdaya, lemah, takut, malu, dan semua sisi negatif dari perasaan manusia.



Di kepala saya semua uneg-uneg bersiliweran silih berganti, kenapa tidak ada mesin cadangan? Kenapa mesin sewa di putuskan kontraknya? Kapan akan terbebas dari krisis? Apa yang sedang dipikirkan Bapak-bapak yang disana untuk mengatasi krisis yang sudah lebih 10 tahun ini? Masih terngiang makian pelanggan itu yang datang ke kantor, ”Kalo pelanggan nunggak listrik kena denda dan langsung diputus, tapi kalo listrik mati kalian hanya minta maaf dan maaf”. ” Kapan kami akan terbebas dari pemadaman? Apa saja kerja kalian?” pelanggan yang lain menimpali. Selalu pernyataan itu yang mereka sampaikan.



Di kepala saya kemudian bermunculan jawaban-jawaban dari pertanyaan saya tadi. Mulai dari masalah harga minyak dunia yang melonjak tinggi hingga mencapai 100 USD per barel, kerugian PLN, krisis listrik di hampir seluruh Indonesia, dan pemerintah tidak lagi mengizinkan penambahan pembangkit berbasis solar, karena pemerintah tidak mau lagi menangggung subsidi yang lebih besar untuk PLN. Selama ini PLN merupakan penerima subsidi terbesar. Tahun ini saja RKAP PLN memintakan subsidi sebesar 45 Trilyun, jumlah yang sangat fantastis sebenarnya. Mengingat itu semua, bagaimana mungkin krisis listrik di Ranting kecil ini dapat diatasi dalam waktu dekat? Toh program percepatan pembangunan pembangkit 10 ribu MW sama sekali tidak menyentuh Ranting ini. Mau meminta kepada siapa, toh semua orang menghadapi krisis yang sama. Berharap dari Pemda? Jangan bermimpi, disini Pemda termiskin di Indonesia. Belum lagi dihadapkan dengan masalah kenaikan tarif dalam selubung insentif dan dis-inseftif, ahhhh..



Memikirkan itu semua kembali harapan-harapan itu menghilang. Menyerah? Itu adalah kata-kata yang pantang diucapakan di PLN walaupun banyak yang melakukannya. Saya teringat rekan-rekan sesama kepala Ranting di tempat yang jauh lebih parah dibanding ranting ini. Hari biasa saja mereka pemadaman sampai 2 MW, belum lagi kalo sedang over houl atau gangguan mesin. Sudah tidak terhitung lagi berapa kali demonstrasi yang dilakukan masarakat menuntut pelayanan yang lebih baik. Ada yang melakukan dengan damai namun tidak terhitung juga berapa kali aksi anarkis mereka lakukan. Saya masih ingat perbincangan dengan teman yang menjabat Manager Ranting si situ. ”Saya sudah tak tahan”, katanya. ” Kalau pelatih gak juga mengadakan penggantian pemain, biar saya aja yang angkat tangan”, dia mengibaratkan seperti main sepak bola, tampak wajah yang lelah dan kecewa ketika dia mengucapkan kata-kata itu.



Pernah suatu ketika saya mengeluhkan masalah ini ke kantor Cabang, dan jawaban dari ujung telepon sana sungguh ”menguatkan” hati, ”untuk itulah kalian ditugaskan disana, jangan cengeng, segera lakukan perbaikan, masalah gitu aja kok repot”. Dalam hati saya masih bisa tersenyum, toh saya masih berfikir positif, mereka juga mengalami krisis yang sama, dalam skala yang lebih besar malah. Namun bedanya mereka tidak berhadapan dengan masyarakat langsung. Jauh lebih mengerikan menghadapi masyarakat yang marah dibandingkan hanya sekedar dihujat di koran.




Tiba-tiba saya ingat dementor lagi. Bukankan satu-satunya cara melawan dementor adalah dengan kebahagiaan dan harapan. Harry potter mengingat masa-masa indahnya dengan almarhum orang tuanya untuk melahirkan harapan-harapan. Hal itu akan membantunya mengeluarkan patronus berupa seberkas cahaya putih dan terang berbentuk rusa yang akan menyerang dementor. Seketika terbersit senyum di bibir saya memikirkan betapa kreatifnya JK. Rowling mengarang cerita.



Bukankan sebenarnya harapan-harapan itu yang membuat manusia ”hidup” dan berakitifitas? Seorang petani tidak akan menanam padi jika tidak mempunyai harapan 3 bulan lagi padi itu akan menghidupinya. Saya teringat lagi ucapan Aa Gym, ” pikirkanlan 1000 alasan untuk memaafkan”. Dalam hal ini saya memikirkan 1000 alasan yang membuat saya harus bertahan disini, menghadapi masalah ini. Dan tentunya juga membuat 1000 pengharapan jika saya bisa melewati ini. Saya juga masih ingat ucapan senior saya waktu saya stress menghadapi OSPEK yang seakan tidak kan pernah berakhir. Kata-katanya sederhana saja, ”Jalani saja, toh semua ini akan berakhir dengan sendirinya”. Dan kata-kata itu betul-betul menguatkan saya.



Kembali soal harapan. Tampaknya pihak manajemen paham betul dengan hal ini. Setiap tahun selalu saja ada harapan-harapan yang diberikan, mulai dari pengadaan mobil dinas, pengadaan mesin baru, atau naik gaji. Tapi toh sampai sekarang gak ada. Jangan-jangan itu sekedar harapan agar kita semua bisa bertahan dengan keadaan ini.



Ya sudahlah, toh semakin dipikirkan semakin stress, kembali kata-kata senior waktu kuliah dulu terngiang lagi, ”jalani saja”. Ya, Cuma itu, gak lebih dari itu. Kuatkan mental, dekatkan diri sama Tuhan dan jangan lupa dekat sama atasan juga. Hmmm...