Selasa, 26 Juni 2012


PERJUANGAN DURIAN GADANG DALAM MENEGAKKAN DAN MENGISI KEMERDEKAAN
(Tulisan diambil dari buku kecil yang berjudul : Masyarakat Durian Gadang Dalam Perjuangan dan Membangun Desanya, yang ditulis oleh Anshar Suhaimi)
(Bagian ke 2)

E. PENYERBUAN BELANDA PERTAMA


Tiga hari setelah peristiwa Burai-burai, tepatnya hari Selasa tanggal 6 Februari 1949, pagi-pagi sekitar jam 04.30 WSU, dalam perjalanan seorang nenek yang bernama Urai, yaitu ibu dari Sa’ah suku mandahiliang, entah tujuan beliau mau ke kincir penumbuk padi, atau ke sawah. Di Tobiang yang kira-kira berjarak 300 neter dari perumahan penduduk arah Piladang. Beliau berjumpa dengan sepasukan tentara Belanda. Berikut petikan dialog yang terjadi antara Nenek Urai dengan tentara Belanda yang sempat terdengar oleh M.Nur Dt. Sumua dan teman-temannya yang sedang ronda.
Belanda : “Angkat tangan, mana tentara, mana laki-laki, ayo tunjukkan !”
Nenek : “ampun Tuan…tabik tuan…mardeka, tidak tau tuan….!”
Belanda : “ Ayo..tunjukkan, kalau tidak kami tembak !!”
Nenek :”Mardeka tuan…tidak tau tuan…”
Belanda : “Ayo Tunjukkan….!!”
Pondok ronda hanya berjarak beberapa petak sawah dari empat kejadian, persis di kebun kelapa Rasi’ah. Mendengar hal tersebut, Dt. Sumua dan temannya berlarian masuk kampung untuk memberitahukan penduduk bahwa Belanda sudah masuk Nagari. Beduk dan tongtong dibunyikan, pertanda musuh sudah masuk. Oleh karena sangat terkejut dengan bunyi beduk dan tongtong, penduduk bangun dan berhamburan keluar rumah, walau hari masih remang-remang. Masing-masing berlarian menyelamtkan diri tak tentu arah. Namun semua sudah terlambat, Durian Gadang sudah dikepung dari segala penjuru, kecuali arah tenggara (Paini).
Di arah yang lain Belandadengan leluasa melepaskan dendam amarahnya. Mereka main tembak saja dengan siapa yang dijumpai, tak peduli perempuan atau anak-anak dan orang tua. Hanya di pendakian samping kolam (tabek) Anab ada perlawanan dari lasykar, tapi tidak seimbang. Walaupun begitu, dua orang Belanda dapat dihabisi nyawanya di tempat itu.
Setelah situasi aman, setelah musuh pergi dari Durian Gadang, dikumpulkanlah semua korban di pihak kita. Semua berjumlah 32 orang, 27 orang warga Durian Gadang dan 5 orang dari pengungsi. Korban di pihak Belanda langsung dibawa pasukannya.
Daftar nama-nama korban yang meninggal :
Warga Durian Gadang :
    1. Urai, 60 th
    2. Supi, 40 thn
    3. Roslina (digendong Supi), 1 th
    4. Asma, 16 th
    5. Nurilan, 30 th
    6. H. Zainal (Oji Inan), 50 th
    7. Nawi, 20 th
    8. Jaman, 21 th
    9. Ma’I, 20 th
    10. Malin Parmato, 55 th
    11. Muncak Amat, 67 th
    12. Murah, 25 th
    13. Radias, 25 th
    14. Sahar, 18 th
    15. Ramaini, 35 th
    16. Wahid, 60 th
    17. Dt. Maruhun, 70 th
    18. E. Bgd. Sahar, 35 th
    19. Nasar, 14 th
    20. Aib (Gudam), 63 th
    21. Anak Nurilan, 1 th
    22. H. Jamarin, 30 th
    5 (lima) orang lagi tidak teridentifikasi atau tidak ingat lagi…..
    Ctt : kalau ada yang ingat nama keluarganya yang 5 orang lagi tolong disampaikan..
    Para Pengungsi ;
    1. Guru Adam, 60 th
    2. Adik Guru Adam (Baru datang)
    3. Sahar (asal tabek patah)
    4. Anak Sahar
    5. Ajo (dari Pariaman), 58 th
    Photo korban kekejaman BElanda (Klik Foto untuk memperbesar)

    F. DURIAN GADANG JADI LAUTAN API

    Pada tanggal 2 Maret1949, dilakukan pencegatan tentara Belanda di Tanjuang Karambia, beberapa ratus meter dari Simpang BatuHampar ke arah Bukittinggi. Penghadangan ini langsung dipimpin oleh tentara kita, masyarakat menyebutnya tentara Jamhur karena komandannya bernama Jamhur). Dalam pertempuran di Tanjuang Karambia ini, pasukan kita kalah dalam adu senjata hingga jatuh 2 orang korban, yaitu Tamir dan Amir Kamal dari Piladang. Pasukan Jamhur mundur ke arah Kota Tengah, terus ke Sei Cubadak, Tambak, Guak Panjang dan terus masuk nagari Durian Gadang.
    Akan tetapi mundurnya psukan kita tidak dibiarkan begitu saja oleh tentar Belanda, Pasuka Jamhur terus dikejar. Pasukan kita sambil mundur pun terus melakukan perlawanan sambil mengatur strategi. Hingga sampai di Tambak dan Guak Panjang pertempuran berulang kembali, sampai 2 jam pasukan kita bertahan disini. Akhirnya musuh tidak dapat juga dikalahkan. Jam 2 siang pasukan Belanda sampai di Durian Gadang dalam pengejarannya.
    Sampai di Durian Gadang, jangankan tentara/lasykar ynag dijumpai, laki-lakipun tidak ada, semua sudah menghilang. Yang tinggal dan dijumpai Belanda hanya wanita dan anak-anak saja. Akhirnya untuk melampiaskan amarahnya, Belanda membumi hanguskan Durian Gadang. Rumah-rumah, lumbung padi (Kopuak/rangkiang), semua dibakarnya. Selesai pembakaran itu, barulah Belanda pergi.
    Korban pembakaran Belanda berjumlah :
    85 (delapan puluh lima) buah rumah besar dan kecil, diantara 31 Rumah Gadang, 49 rumah biasa, 1 kedai dan 4 gubuk, serta 125 buah lumbung padi (kopuak/rangkiang) semua dibakar bersama isinya. Ditambah beberap ekor ternak yang terbakar dan ditembaki. Tidak ada yang menghitung dengan jumlah uang berapa kerugian yang terjadi, namun sebagai informasi, lumbung padi waktu itu berisi penuh karena masyarakt baru panen padi.
    Dalam tempo satu setengah bulan, masyarakat Durian Gadang sudah mengalami peristiwa beruntun yang membuat mereka jatuh dalam kesedihan dan kesengsaraan, demi menegakkan dan mempertahankan Kemerdekaan republik Indonesia.
    Bantuan dari pemerintahan yang diterima setelah pembakaran Belanda waktu itu hanya berupa 1 (satu) kilogram paku bagi masyarakat yang rumahnya dibakar Belanda untuk membuat pondok penampungan.
    Setelah kejadian itu pula lah, atas pertimbangan keamanan, maka markas (pusat) Front Perjuangan Akabiluru dipindahan ke Sarik Laweh.
    Photo Bekas pembakaran Belanda
    Begini kondisi rumah penduduk setelah rumah mereka di bumu hanguskan Belanda (klik gambar untuk memperbesar)

0 komentar:

Posting Komentar